Ancaman bagi Keberagaman

Bukan menjadi rahasia lagi bahwa hoax nampaknya menjadi ancaman serius bagi keberagaman di Negeri Indonesia ini. Bagaimana tidak, kelompok – kelompok radikal mulai silih berganti mengancam keberagaman tersebut. Dilansir dari laman independen.id menyatakan bahwa setidaknya terdapat 700 warga Indonesia yang pernah bergabung dengan ISIS dan berpotensi membuat jaringan baru setelah kembali ke Indonesia. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil, bayangkan saja jika seluruhnya dapat menyebarkan paham radikalisme maka bukan hal yang tidak mungkin keberagaman Indonesia akan terhilangkan. Disinilah tantangan bagi seluruh kalangan untuk ikut menghalau paham – paham radikalisme mempengaruhi masyarakat umum. Lantas, siapakah yang akan menjadi sasaran empuk bagi penyebar paham radikalisme tersebut?. Menurut okezone.com, kini kelompok radikal tersebut ditengarai sudah masuk ke sekolah dan perguruan tinggi. Hal ini tentu mengisyaratkan bahwa paham radikal tersebut mengincar generasi muda Indonesia untuk menganut paham radikalisme. Temuan ini diperkuat oleh bbc.com yang menyebutkan bahwa hasil Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Selain itu disebutkan bahwa 25% siswa dan 21% Guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,4% siswa dan 76,2% Guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Sungguh menjadi sebuah ironi ketika Guru yang seharusnya menjadi teladan yang baik untuk memperkokoh ajaran Pancasila kepada siswa justru menjadi penganut ajaran radikalisme tersebut. Begitu juga dengan sekolah yang seharusnya menjadi sarana menuntuk ilmu yang baik justru menjadi ladang subur penyebaran radikalisme. Namun, tentunya tidak semua Guru dan Sekolah sudah terjangkit virus radikalisme, tentunya masih banyak Guru dan Sekolah yang masih menjunjung tinggi nilai – nilai keberagaman dan nilai – nilai luhur Pancasila.

Lantas bagaimana paham radikalisme ini dapat dengan cepat menyebar kepada siswa?. Independen.id menyatakan bahwa buku pelajaran siswa telah banyak memuat isu tentang konten radikal. Buku – buku pelajaran ini memuat pesan radikal, seperti hukum halal membunuh orang yang tidak satu agama, atau mengkafirkan pemeluk agama selain Islam. Buku adalah makanan bagi otak. Ketika buku berisi konten radikal, maka yang merasuki otak adalah keyakinan, sikap, dan kecenderungan bertindak radikal. Berada di usia yang masih labil membuat siswa sangat mudah dipengaruhi. Selain itu siswa yang masih dangkal akan pemahaman beragama membuat mudah sekali terasuki paham radikalisme. Oleh karena itu, seluruh elemen disekitar siswa tersebut harus saling bersinergi bersama untuk menangkal paham – paham radikalisme. Guru yang mengajar di sekolah harus benar – benar di filter dengan baik oleh Pemerintah, agar tidak ada lagi kasus Guru yang menganut paham radikalisme. Selain untuk menangkal radikalisme, tentunya peningkatan kualitas Guru tersebut juga akan berpengaruh terhadap prestasi dan kualitas pendidikan di Indonesia. Jika Gurunya baik maka siswa juga akan mengikuti. Selain itu, orang tua juga harus berperan aktif mengawasi anak – anaknya agar tidak mudah terkena paham radikalisme. Orang tua harus selalu mendampingi anak saat belajar dan memastikan materi pelajaran tidak mengandung pesan kebencian, klaim kebenaran berlebihan, dan mengandung unsur kekerasan. Orang tua juga harus mengarahkan anak untuk mengkonsumsi bacaan yang mencerdaskan. Sungguh, seorang anak harus diarahkan dengan baik agar generasi penerus Negara ini berjalan kearah yang baik dan benar.






Selain melalui bidang pendidikan, paham radikalisme seringkali menggunakan perkembangan teknologi untuk menyebarkan berita – berita hoax. Tak bisa dipungkiri perkembangan dunia teknologi tak hanya membawa dampak positif, tetapi juga memberi dampak negatif. Internet khususnya sosial media sering digunakan untuk tempat penyebaran hoax, yang bertujuan untuk menanamkan kebencian kepada perorangang maupun kelompok tertentu. Hal ini tentunya suatu ancaman bagi keberagaman. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sebanyak 129,2 juta atau sekitar 97,4% adalah pengguna layanan internet mengakses sosial media. Angka ini paling besar diantara konten lainnya seperti hiburan, berita, bahkan konten pendidikan. Hal inilah yang membuat sosial media menjadi lahan subur penyebaran paham radikalisme yang mengancam keberagaman. Disisi lain menurut survei APJII sebanyak 14,9 juta pelajar menjadi pengguna internet Indonesia. Bukanlah angka yang kecil melihat hasil survey tersebut. Menjadi keprihatinan kita bersama bagaimana pelajar bisa dengan mudahnya mengakses internet khususnya sosial media yang belum tentu memberikan informasi yang benar. 


Isu hoax khususnya yang mengandung sara sangat marak di sosial media. Bagaimana tidak menurut suvei MASTEL pada tahun 2017 sebanyak 88,6% isu hoax adalah tentang isu sara. Tak bisa dipungkiri isu sara adalah primadona dari berita hoax, yang akhirnya memicu untuk tindakan intoleransi di tengah masyarakat. Isu sara ini tentu merujuk kepada isu perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan ras, bahkan perbedaan budaya. Kembali lagi ancaman terhadap keberagaman harus kita hadapi bersama. Pemerintah diharapkan lebih tegas lagi dalam memberantas isu - isu hoax yang kerap muncul di dalam internet khususnya sosial media. Selain itu orang tua harus selalu senantiasa mengawasi anak - anak agar tidak terjerumus dalam paham radikalisme. Penanaman tentang keberagaman sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap toleransi sedari dini. Jika lapisan - lapisan terdekat dengan anak dapat dengan baik mengarahkan anak untuk menghindari paham radikalisme, niscaya anak - anak akan terhindar dari paham radikalisme. 

Ancaman terhadap keberagaman akan senantiasa mengancam. Disinilah kita sebagai warga masyarakat harus menyadari bersama. Perbedaan bukan berarti pertikaian. Marilah bersama kita wujudkan perdamaian dalam perbedaan di Indonesia. Perbedaan akan selalu ada, namun bagaimana cara kita untuk saling menerima. Tanamkan sikap toleransi dalam diri. Inilah keindahan Indonesia dengan berbagai perbedaan. Berjajar dari Sabang hingga Merauke. Sajikan keberagaman yang menjadi keunikan. Janganlah keberagaman ini menjadi sarana pertikaian. Marilah kita menjaga keberagaman Indonesia. Marilah kita menjaga tanah air yang diperjuangkan para leluhur kita. Keberagaman adalah milik kita. 

Referensi :

http://independen.id/read/data/502/mewaspadai-pesan-radikal-dalam-buku-sekolah/


Titus Adhi Sukmana
2 November 2017

Ancaman bagi Keberagaman Ancaman bagi Keberagaman Reviewed by Unknown on November 02, 2017 Rating: 5

2 comments:

  1. Keberagaman adalah keunikan yang harus dijaga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah pasti. Keberagaman bukanlah perpecahan, keberagaman adalah perdamaian.

      Delete

Powered by Blogger.